Senin, 27 September 2010

Petilasan Sunda di Jawabarat, Jati gedhe. by hasnan habib kota depok

Mengenal Situs Jatigede
Oleh Dr.
Nina Herlina Lubis, M.S.

Penulis melakukan kunjungan ke lapangan beberapa bulan lalu untuk melihat kondisi situs-situs tersebut dan mendokumentasikan tradisi lisan yang hidup di sana. Dengan merujuk juga kepada penelitian mutakhir, yang dilakukan Balai Arkeologi Bandung, di lokasi yang akan ditenggelamkan pembangunan Waduk Jatigede terdapat setidaknya 25 situs arkeologi, yang kebanyakan berupa makam kuna.

Situs Jatigede
Situs-situs yang ada di wilayah ini sebagian merupakan peninggalan masa prasejarah (terlihat dari tradisi megalit yang ada), masa Kerajaan Tembong Agung/Sumedanglaran g, dan sebagian lagi makam leluhur pendiri desa, ada juga yang tidak diketahui asal-usulnya. Menurut penelitian arkeologi, peninggalan- peninggalan leluhur ini, memperlihatkan adanya transformasi dari masa prasejarah (masa sebelum dikenal tulisan) ke masa sejarah (masa setelah dikenal tulisan). Jadi, makam kuna yang tergolong budaya megalit (batu-batu besar) itu adalah warisan prasejarah yang terus difungsikan pada masa sejarah. Situs-situs tersebut adalah sebagai berikut:

(1) Situs Leuwiloa, berupa makam kuna (keramat) Embah Wacana, yang berlokasi di Kampung Leuwiloa, Desa Leuwihideung, Kecamatan Darmaraja.

(2) Situs Nangewer, berupa makam kuna (keramat) Embah Mohammad Abrul Saka, yang berlokasi di Kampung Nangewer, Desa Leuwihideung, Kecamatan Darmaraja.


Jumat, 10 September 2010

Nyi Utari Sandijayaningsih, Tapos pelaku sejarah pembunuhan Jan Pieterz Soen Coen tahun 1629. by hasnan habib kota depok


Dibantu oleh Asisten JP Coen , Wong Agung Aceh, Nyi Utari yang saat itu menjadi penyanyi klub perwira VOC membunuh JP Coen pada tanggal 20 September 1629 dengan racun arsenikum dalam minuman sang Gubernur Jendral, kemudian ia memenggal kepala dan menyerahkannya pada Wong Agung Aceh yang kemudian melarikannya keluar benteng. Kepala JP Coen kemudian diterima oleh Tumenggung SuroTani dan Bagus Wanabaya untuk dibawa ke Mataram Plered. Sultan Agung memerintahkan agar kepala itu diawetkan dan kelak dikuburkan ditengah tangga ke makam Sultan Agung. JP Coen tewas karena kelengahan dan kehilangan kewaspadaan karena terpukul kematian istri dan anaknya tanggal 16 September 1629 atau 4 hari sebelum JP Coen tewas, apakah Nyi Utari berperan dalam tewasnya istri dan anak JP Coen? yang jelas Nyi Utari adalah sahabat karib Eva Ment, istri JP Coen. Intrik dalam benteng Batavia ini dirancang cermat oleh Bagus Wanabaya yang mempertaruhkan keselamatan Nyi Utari Sandi Jayaningsih anaknya, operasi intelejen ini jelas terinspirasi cerita saat Roro Pembayun, sang ibunda menjadi penari jalanan dalam upaya Mataram Kotagedhe menaklukkan kerajaan Mangir 50 tahun sebelumnya. Kini jasad sang pahlawan Nyi Utari Sandijayaningsih terbaring damai bersama jenazah Wong agung Aceh yang menjadi suaminya di keramat Tapos yang terkenal dengan keramat Wali Mahmudin, dinaungi oleh pohon Beringin yang tumbuh miring merunduk seolah menghormati tuannya, Pohon Beringin besar bergaris tengah 2 meter itu menjadi saksi sebuah episode bisu perjuangan besar pahlawan Tapos Depok.
Foto dalam tulisan ini : Sultan Agung Al Matarami, Gubernur Jendral Belanda ke IV di Batavia Jan Pieterz Soen Coen dan Eva Ment istri JP Coen.

Garnisun Pasukan Khusus Kompeni di Depok.by hasnan habib kota depok

Saudaraku, lihatlah dengan seksama gambar mereka, mereka para tentara khusus Kompeni, lihatlah wajah wajah mereka, mereka bukan berkulit putih, tetapi hitam, coklat dan gelap karena mereka anak bangsa Nusantara, mereka dibayar VOC untuk saling membinasakan, mereka dikumpulkan dari Bali, Jawa, NTT, Maluku, Irian, Sulawesi, Minahasa , Kalimantan, lalu lihatlah ! mereka menghancurkan negeri Banten, Mataram, Jayakarta, Sunda Kelapa, negeri Aceh, mereka pernah masuk ke Tapos Depok di tahun 1628, 1682 dan seterusnya, mengejar pasukan Mataram, menghancurkan pasukan Banten di garis pertahanan Cikeas dan Kali Sunter, mereka menghancurkan pasukan Tanujiwa, pendiri kota Bogor, letnan yang pernah mereka latih untuk memerangi sisa sisa pasukan Banten di Tapos Depok. Mereka sebangsa dengan kita, Kapiten Jonker, Arung Pallaka, Sultan Haji, pribumi pribumi yang bekerjasama dengan penjajah Belanda, ikut mencecap jarahan penjajahan, pandanglah foto ini, lalu bayangkan bahwa bangsa kita memang mudah diadu domba, dengan iming iming tahta, harta dan wanita. Sebuah realita yang sangat ironis, khususnya untuk sebuah bangsa yang katanya sangat berbudaya. Cikal bakal pasukan ini adalah pasukan bentukan Corenlis Chastelein, salah satu kolonel intelejen VOC yang mendapatkan hak atas tanah di Depok, pasukan khusus ini melibatkan suku suku dari seluruh kepulauan Nusantara yang didoktrin metode perang salib, yaitu kebencian atas nama agama, anehnya dalam sejarah kota Depok, Cornelis Chastelein muncul sebagai sosok kristen yang saleh dan bijaksana, padahal dari logika kolonialisme tidaklah mungkin seseorang bisa menjadi pejabat VOC tanpa koneksi dan kapasitas watak kolonial yang cukup tinggi, artinya cornelis chastelein bisa kaya raya tentulah ada sebab sebab musababnya, bila kita kritisi tentulah ada misi khusus VOC dalam pengembangan Depok sebagai benteng VOC melawan mataram, cirebon dan banten, pada tahun 1700an kejadian yang mengerikan adalah adanya perlawanan sisa sisa pasukan Banten yang masih eksis di hutan kali sunter. usulan sang Chastelein sebagai pejabat intelejen VOC diterima, maka dengan kamuflase pengembangan lahan dijadikanlah Depok sebagai kamp pelatihan prajurit lokal yang dilatih secara khusus untuk bergerilya melawan pasukan pasukan lokal nusantara yang aktif memerangi VOC Belanda, inilah cikal bakal politik Divide et empera alias adu domba, dengan misi utama pasukan lokal yang tangguh untuk membentengi pasukan asli Belanda, hasli pendidikan pasukan VOC lokal Depok ini segera dikembangkan ke seluruh Nusantara, sehingga pasukan khusus dari Depok ini mendapatkan peran penting dalam seluruh perang VOC belanda di nusantara, sebut saja dalam perang intrik Mataram, Geger jawa (Dipoengoro), perang Palembang , Makassar, lulusan pasukan depok ini tercatat Kapiten Jonker, letnan Untung Suropati dan Letnan Tanujiwa. Tulisan ini tentu akan mendapatkan respon baik positip maupun negatip dari kalangan sejarahwan kota Depok. Namun peranan Cornelis Chastelein sebagai salah satu komandan Intelejen VOC di tahun 1700 perlu dikemukakan agar generasi muda Depok tahu fakta sejarah bahwa motivasi pengembangan kota Depok adalah untuk membentengi VOC di Batavia dan sebagai bukti sejarah awal kristenisasi di Indonesia, terbukti dengan adanya puluhan gereja megah di satu kelurahan di Depok lama bahkan hingga saat ini. by hasnan habib kota depok.

Jejak Letnan Tanujiwa di Tapos Depok

Pada masa ibukota kerajaan Pajajaran dibumihanguskan pasukan Banten, pada tahun 1579, disebutkan bahwa seluruh ibukota kerajaan dihancurkan dan penduduknya dibunuh atau diusir. Pada saat kekuasaan Mataram atas Priangan lepas ke tangan VOC di tahun 1705, serta kemerdekaan Banten berakhir pada tahun 1695 dan berada dibawah kontrol VOC, wilayah bekas ibukota Pajajaran termasuk dalam pengawasan kekuasaan VOC.

Jejak Untung Suropati di Tapos Depok

Pada tahun 1683 Sultan Ageng Tirtayasa raja Banten dikalahkan VOC. Putranya yang bernama Pangeran Purbaya melarikan diri ke Hutan Keranggan disekitar Gunung Gede. Ia memutuskan menyerah tetapi hanya mau dijemput perwira VOC pribumi.
Kapten Ruys (pemimpin benteng Tanjungpura) adalah Kompeni yang membujuk kelompok Untung. Mereka ditawari pekerjaan sebagai tentara VOC daripada hidup sebagai buronan. Untung pun dilatih ketentaraan, diberi pangkat letnan, dan ditugasi menjemput Pangeran Purbaya.
Untung menemui Pangeran Purbaya untuk dibawa ke Tanjungpura. Datang pula pasukan Vaandrig Kuffeler yang memperlakukan Pangeran Purbaya dengan kasar. Untung tidak terima dan menghancurkan pasukan Kuffeler di Sungai Cikalong, 28 Januari 1684.
Pangeran Purbaya tetap menyerah ke Tanjungpura, sementara Nyi Ratu Ambo Mayang sari istri Pangeran Purbaya bin Sultan Ageng Tirtayasa tetap bergabung dengan pasukan sisa sisa gerilya Banten dibawah pimpinan Tubagus Pangeling, iparnya dan wafat di Cimpaeun Tapos Depok, istrinya yang lain bernama Gusik Kusuma meminta Untung mengantarnya pulang ke Kartasura. Untung kini kembali menjadi buronan VOC. Antara lain ia pernah menghancurkan pasukan Jacob Couper yang mengejarnya di desa Rajapolah. Ketika melewati Cirebon, Untung bertengkar dengan Raden Surapati anak angkat sultan. Setelah diadili, terbukti yang bersalah adalah Suropati. Surapati pun dihukum mati. Sejak itu nama Surapati oleh Sultan Cirebon diserahkan kepada Untung.

Kamis, 09 September 2010

Gusti Kanjeng Ratu Pembayun, Cicit Sesepuh Tapos


Berbahagialah para penduduk asli keturunan Tapos Depok karena ternyata masih berkaitan dengan keturunan kerajaan Mataram Islam pertama yang didirikan oleh Kanjeng Panembahan Senopati ing Mataram berkedudukan di Kotagedhe Mataram Yogyakarta, Makam keramat Kebayunan adalah peristirahatan terakhir dari Kanjeng Ratu Pembayun putri sang Panembahan Senopati maka disebutlah "kebayunan" oleh para pengikutnya, Claim ini sekaligus menolak anggapan bahwa makam tersebut adalah makam Syech Bayannilah karena syech Bayanillah adalah guru dari Prabu Kian Santang dan Nyi Subang Larang di Mekkah, Ratu Pembayun juga dikenal di Banten sebagai putri Maulana Hasanuddin, tetapi makamnya ada di kompleks makam kerajaan Banten, demikian juga dengan Ratu Pembayun putri Sunan Gunung jati yang makamnya ada di Kompleks makam Cirebon, Mengapa sang Ratu Pembayun bisa sampai ke Tapos Depok, karena peristiwa wafatnya sang suami Ki ageng Mangir yang tragis karena dibunuh oleh sang ayah Panembahan Senopati, jiwa kebangsaan Ratu Pembayun terlihat saat ia dan anaknya Bagus Wanabaya terlibat dalam peperangan Jepara- Batavia tahun 1618 dengan kemenangan Mataram , saat itu juga Ratu Pembayun hijrah ke Tapos Depok dalam rangka mendekati Batavia tempat para Kompeni membangun benteng, Pembayun yang juga menjadi sahabat Pangeran Jayakarta bersumpah setia untuk tetap memerangi penjajah Belanda.Disamping foto imaginer yang dilukis oleh Basuki Abdulah yang juga trah Mangir, penulis menampilkan juga foto cucu-cicitnya yaitu Gusti Kanjeng Ratu Pembayun, Putri Raja dan Gubernur Propinsi DIY Hamengkubuwono ke X, maka kalau ada warga Tapos Depok berkunjung Yogyakarta jangan lupa mampir ke Kraton Yogyakarta, insyaallah nenek moyang warga Tapos ada di kraton Mataram Yogyakarta. Katur dumateng GRAy Ratu Pembayun : Nyuwun idzin amargi masang foto, mugi dados kesaenan kaliyan majuning kecamatan Tapos Depok Jawa Barat.

Kotagedhe, Panembahan Senopati dan Watu Gilang erat hubungannya dengan keberadaan awal Tapos




Ketiganya berhubungan erat dengan keberadaan makam Ratu Pembayun di Tapos Depok karena Panembahan Senopati adalah ayah dari Ratu Pembayun, watu gilang dalam gambar adalah tempat suami Ratu Pembayun, Ki Ageng Mangir wafat karena dibenturkan oleh mertua sekaligus musuhnya itu, kejadian itu terjadi di kraton Mataram yang berkedudukan di Kotagedhe Yogyakarta, kisah cinta tragis Ratu Pembayun berlanjut dengan pengembaraan sang`Ratu Pembayun hingga tiba di Tapos Depok Jawa Barat pada tahun 1619 sampai beliau meninggal disana yaitu di keramat Kebayunan Tapos bersama dengan Tumenggung Upasanta dan Ki bagus Wanabaya anaknya, kini Ratu Pembayun terbaring tenang disana, jauh dari tempat kelahirannya tetapi dekat dengan Batavia musuh keturunannya, Pembayun sang pecinta tanah air, Right and Wrong is my Country, demikian sikap hidupnya.

Pertempuran Jawa Kompeni Belanda 1618

Pertempuran Jepara terjadi antara tentara Mataram dengan Pos Perdagangan VOC yang ada di Jepara, dalam pertempuran ini, kompeni Belanda mengalami kekalahan . Perang ini juga membawa perubahan peta perdagangan beras di Jawa yang kemudian dikendalikan dengan ketat oleh Sultan Agung. Salah satu tentara Mataram dari Priangan bernaman Ki Kartaran atau Purwagalih atau Ki Jepra, seusia perang kembali bersama teman karibnya Ki bagus Wanabaya dan ibunya Ratu Pembayun ke Bogor Jawa Barat, Di daerah Tapos Ratu Pembayun dan Ki Bagus Wanabaya memutuskan untuk tinggal dan menjadi sesepuh wilayah Tapos saat itu, pertemuan selanjutnya adalah saat Ki Jepra dan Bagus Wanabaya bergabung dengan balatentara Mataram pada perang VOC Mataram 1628-1629, wilayah Tapos Depok menjadi basis tentara Mataram dalam menghadapi tentara Belanda di Batavia.

Sarasilah Caringin (Babad Caringin)

Ditulis karena berhubungan dengan sejarah Tapos Depok antara Roro Pembayun Kebayunan dengan Ki Kartaran ( Ki Jepra yang dimakamkan di tengah tengah Kebun Raya Bogor ) Ini adalah trah dan sarasilah para leluhur di kawasan Caringin yang sejarahnya telah mewarnai corak kehidupan di tempat ini dan kehadirannya dirasakan melalui pengucapan nama penuh hormat serta diketahui melalui segala petilasan peninggalan mereka Berbagai tokoh dan nama keturunan telah hadir di Caringin baik ulama maupun prajurit, orang saleh maupun jawara dari trah Kalijaga dan Ngampel Denta, juga dari darah agung Siliwangi dan tidak ketinggalan pula para pahlawan perkasa dari Mataram disertai dengan banyak para tokoh dari wetan lainnya Mereka semua telah meninggalkan jejaknya di Bumi Caringin yaitu jejak dan tapak yang pantas dipelihara dan diikuti Demikianlah kini akan diuraikan secara rapi berurutan para nenek moyang yang dahulu telah membuat sejarah di kecamatan ini.

Rabu, 08 September 2010

Gambaran Tapos Jaman Mataram-Banten1628-1682

Beginilah kira kira kecamatan Tapos tahun 1620 -1682, Ada Panembahan Juminah dan Bagus Wanabaya dalam perang Kompeni - Mataram, ada Sultan Ageng Tirtayasa, syech Yusuf, Tubagus Pangeling, Kyai mas Besot, santri Bethot, Ambo Mayangsari, Pangeran Purbaya, Panji Wanayasa, Uyut Riin, dalam perang Banten - Kompeni Belanda tahun 1682, para pembesar Banten turun bertempur bersama rakyat di hutan Kranggan, hutan Sunter disekitar Kali Cikeas dan Kali Sunter, tercatat istri pangeran Purbaya, Nyai Ratu Ambo Mayangsari tewas dalam pertempuran Cikeas dan dimakamkan di Cimpaeun

Syech Yusuf Pernah Tinggal di Tapos Depok

Jejak Syech Yusuf , Cikal bakal pendekar pendekar Banten yang terkenal sakti tak lepas dari upaya Syech Yusuf al makasari. Ulama kelahiran Bugis Makasar ini lama menetap di Banten dan menjadi penasehat utama Sultan Ageng Tirtayasa berjuang bersama dalam mensyiarkan Islam dan melawan Penjajahan belanda. Sekitar tahun 1670 sekembalinya dari timur tengah Syech Yusuf al makasari tinggal di Banten dan menikah dengan Putri Sultan Ageng Tirtayasa. Kedalaman ilmu yang dimiliki Syeck Yusuf menjadikan Beliu begitu cepat terkenal dan menjadikan Banten sebagai Pusat pendidikan Islam. Banyak Murid murid yang berdatangan dari berbagai penjuru negri untuk belajar kepada Syech Yusuf .

Sultan Ageng Tirtayasa, Pejuang Banten di Tapos

Sultan Kerajaan Banten yang berkuasa pada tahun 1651-1683. Pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa yang menjadi putra mahkota ialah putranya yang tertua bernama Pangeran Gusti atau Pangeran Anom dan terkenal dengan julukan Sultan Haji. Ia sangat mudah terpengaruh oleh Kompeni bahkan gaya hidupnya kebarat-baratan, sehingga banyak berselisih faham dengan Sultan Ageng Tirtayasa. Sultan Ageng Tirtayasa sangat menyadari hal itu, sehingga ia mulai bersiap-siap menghimpun kekuatan dengan daerah-daerah kerajaan yang sependirian dengannya untuk menjaga pengaruh Kompeni yang ingin menjajahnya.

Senin, 06 September 2010

Kisah kisah luar biasa di mata air kali Sunter Tapos

Berkunjunglah ke mata air kali Sunter di Tapos, rasakan kesejukan alami diantara rerimbunan pohon yang masih asri menghampar, tak ada yang mengira bahwa wilayah mata air ini menghimpun kisah kisah kepahlawanan yang heroik, kita lihat perjuangan putri kesayangan Panembahan Senopati Mataram roro Pembayun yang makamnya terdapat di Kebayunan Tapos Depok, kecintaan pada negerinya mendarah daging, bersama anaknya Ki Raden Bagus Wanabaya dan Tumenggung Uphasanta, bahu membahu bersama cucunya Nyi Utari Sandijayaningsih berjuang melawan tentara Belanda di Batavia tahun 1629 ,

Ki Langkap Kahfidatu , keramat Lemah Dhuwur, Cilangkap Tapos Depok

Ki Langkap Kapidatu adalah guru Sunan Kalijaga, beliau mengajarkan ajaran "Tirta Amerta" sebuah episode Werkudara mencari air kehidupan sejati, oleh gurunya Sang Wekudara disuruh menyelam kedasar lautan untuk mencari air kehidupan yang dapat membuat orang hidup selama-lamanya, akhirnya Sang Bima ( Werkudara ) bertemu dengan Dewaruci ( Nabi Khidir ) dari beliaulah sang Bima mendapat pencerahan hidup sejati, keramat Lemah duwur terletak disisi Kali Sunter Cilangkap Tapos Depok.

Ki Sukma Majmu, keramat Sukamaju Baru Tapos Depok

Ki Sukma Majmu adalah murid dari Sunan Kalijogo yang telah menemukan bokor ( kendi besi ) di mata air Sindangkarsa, selanjutnya beliau mendapat hadiah Bendhe kyai Binong dari Ki Langkap di lemah duwur, bersama Sunan Kalijogo dalam ekspedisi Pajajaran, makamnya terletak di RW 9 Sukamaju Baru Tapos Depok

Keramat Wali Mahmudin dan Nyi Utari Sandijayaningsih, Tapos Depok

Pasangan pejuang Mataram yang berhasil memenggal kepala Jan Pieters Zoen Coen pada tanggal 20 September tahun 1629,anggota divisi Demang Surotani Mataram ini bertugas sebagai jaringan mata-mata di dalam Benteng Mataram dan berhasil membunuh komandannya. Dimakamkan di keramat Tapos Depok dengan pohon Beringin besar yang tumbuh mendatar.

Raden Santri Bethot ( Lie Suntek ) keramat Poncol Cilangkap Tapos Depok

Salah satu komandan pasukan Banten divisi Syech Yusuf Makassar, putra Panji Wanayasa Jatijajar dari ibu seorang keturunan China, pasukan khususnya berjuang menyelamatkan harta kerajaan Banten di tahun 1682, salah satu penyebab digalinya setu setu di Depok dan Bogor oleh pasukan VOC dalam rangka mencari harta karun kerajaan Banten berdasarkan laporan sandi bahwa Santri Bethot telah menyembunyikan berpeti peti harta karun milik Banten di Wilayah Tapos Depok dan sekitarnya.

Raden Panji Wanayasa, keramat setu Jatijajar Tapos

Raden Panji Wanayasa, putra Bagus Wanabaya, cucu Pembayun di Kebayunan Tapos, sempat berjuang melawan VOC Belanda di tahun 1629, menjadi ulama di Jatijajar, anaknya Raden Santri Bethot,menjadi panglima pasukan sandi kerajaan Banten, gugur di usia sangat tua terbaring disisi setu Jatijajar, konon kuda dan keretanya masih sering terlihat berjalan dikeliling setu Jatijajar.

Nyai Ratu Ambo Mayangsari, keramat Cimpaeun Tapos

Ditepi kali Cikeas juga terbaring seorang isteri pejuang, Pangeran Purbaya putra Sultan Ageng Tirtayasa Banten, sesudah istana Surosuwan dibakar, beliau rela meninggalkan istana bergabung dengan para pejuang di basis gerilya kali Sunter melawan VOC-Belanda, melawan penjajahan, sampai ajal menjemput.

Mak Uyut Cerewet, keramat Cilangkap Setu Tapos

Sebuah makam yang unik dan angker, tak ada satupun nisan terpajang didalamnya, ada makam Dewi Sekar Rinonce dan Kyai Sapujagat, penjaga wilayah Sindangkarsa, sebuah mata air di Kali Sunter, konon ditemukan oleh Sunan Kalijogo bersama murid-muridnya, saat hendak berdakwah ke Pajajaran pada tahun 1450 Masehi

Tubagus Pangeling, keramat Leuwinanggung Tapos

Ditepi Kali Cikeas, terbaring seorang pejuang bersama para pengikutnya, Tubagus Pangeling dan seorang karibnya Kyai Mas Besot, jiwa gagahnya bangkit saat membela ayahnya Sultan Abdul Fattah melawan Belanda di Batavia, Tubagus Pangeling bertahan di kedalaman hutan Sunter di tahun 1682

Roro Pembayun, Keramat Kebayunan, Tapos


Diujung mata air Kali Sunter, terbaring seorang putri Mataram, putri Kanjeng Panembahan Senopati, pendiri dinasti Mataram Islam. Pembayun, seorang pemberani, seorang pecinta negeri sejati, berjuang sampai akhir hayat.