Pesanggrahan Rejowinangun
merupakan salah satu pesanggrahan yang dibangun atas perintah Sultan Hamengku
Buwono II. Pesanggrahan ini berada di sebelah timur Kraton Yogyakarta yaitu
berlokasi di sisi timur dan barat sungai Gajah Wong. Saat ini untuk sisa pesanggrahan
sisi timur sungai telah banyak yang hilang, sedangkan di sisa bangunan di sisi
barat sungai masih relatif menunjukkan sisa-sisa yang signifikan. Sisa bangunan
di sisi barat sungai secara administratif berada di Kalurahan Warung Boto,
sehingga peninggalan kekunoan Pesanggrahan Rejowinangun di sisi barat sungai
lebih sering disebut Umbul Warung Boto (selanjutnya disebut Situs Warung Boto).
Adapun sumber-sumber sejarah tertulis yang menyebut secara eksplisit tentang
keberadaan pesanggrahan Rejowinangun sangat jarang, nama pesanggrahan ini
setidaknya ditemukan pada dua naskah kesejarahan yakni dalam bentuk babad dan
serat Macapatan. Pada serat Sinom tersebut lebih lanjut disebutkan tentang nama
pesanggrahan- pesanggrahan yang dibedakan menjadi 2 waktu pembangunannya dengan
tanpa menyebut angka tahun, yakni sebelum Sultan Hamengku Buwono II naik tahta
dan sesudah naik tahta. Pesanggrahan Rejawinangun dan Reja Kusuma dibangun
ketika Sultan Hamengku Buwono II masih sebagai putra mahkota (Adipati Anom) sedangkan
pesanggrahan Purworejo, Cendhonosari dan Wonocatur didirikan setelah beliau
naik tahta sebagai sultan. Dari serat tersebut tidak terungkap bagaimana bentuk
bangunan serta cakupan keseluruhan pesanggrahan. Dalam serat Rerenggan tersebut
pesanggrahan Rejawinangun hanya disebut sebagai “klangenan” . Penyebutan
klangenan dalam serat tersebut sebagai sebuah (bangunan atau lingkungan binaan)
yang ditata dengan menonjolkan keindahan untuk dinikmati Sultan.
Pada waktu masih
dimanfaatkan sebagai pesanggrahan milik sultan, pesanggrahan Rejawinangun
didirikan pada sisi barat dan timur sungai Gajah Wong dengan memanfatkan
undak-undak sungainya. Antara kompleks bangunan sisi timur dan barat sungai
memiliki sumbu imajiner yang membujur timur hingga barat. Sumbu imajiner ini
memotong pula aliran sungai Gajah Wong yang mengalir ke selatan. Hingga saat
ini tidak diketahui dengan pasti mengenai pemanfataan kompleks bangunan di sisi
timur sungai, tetapi hingga tahun 1936 masih jelas terlihat jika kompleks
bangunan sisi timur sungai terbagi menjadi 3 kompleks yang membujur
utara-selatan dengan pagar keliling serta dihubungkan oleh 30 meter. Sedangkan kompleks bangunan di sisi±jalan berpagar selebar barat
sungai yang hingga kini masih meninggalkan bukti fisik yang cukup banyak.
Bangunan-bangunan di sisi barat sungai atau kini sebagai situs Warung Boto
merupakan kompleks bangunan berkamar dengan halaman berteras di sisi barat,
dengan kolam-kolam pemandian yang berasal dari sumber mata air tawar (umbul).
Keberadaan unsur bangunan yang berintegrasi dengan unsur air sering
diidentifikasikan sebagai sebuah taman, yakni merupakan area privat milik
sultan dengan ciri tembok keliling yang tinggi. Taman merupakan tempat
peristirahatan sultan dan kaum kerabatnya. Hal ini terungkap pula melalui
Tijdschriff voor Nederlandsch Indie tahun 1884 tulisan J.F Walrofen van Nes
yang mengupas tentang Sultan Hamengku Buwono II dan didalamnya sedikit
menyinggung tentang Umbul Warung Boto. Disebutkan dalam tulisannya tersebut
bawah Umbul Warung Boto adalah salah satu bangunan hasil karya Sultan Hamengku
Buwono II yang berfungsi sebagai bangunan peristirahatan bagi raja dan
keluarganya..
Naskah sejarah lain yang
menyebutkan tentang keberadaan Pesanggahan Rejawinangun adalah Babad Momana.
Dari Babad Momana tersebut dapat diketahui dengan pasti bahwa mulai pembangunan
Pesanggrahan Rejawinangun adalah di tahun 1711 tersebut cukup menarik, karena
selama ini Pesanggrahan Rejawinangun dikenal sebagai pesanggrahan yang dibangun
oleh Sultan Hamengku Buwono II. Padahal pada tahun 1711 (1785 M) Sultan
Hamengku Buwono I masih bertahta sebagai sultan Yogyakata. Jadi babad ini
secara tidak langsung mempertegas apa yang disebut dalam Serat Rerenggan, yakni
Pesanggrahan Rejawinangun dibangun ketika sultan Hamengku Buwana II masih
sebagai Adipati Anom Amangkunegara. Catatan Belanda yakni oleh Gubernur Belanda
untuk Jawa bagian timur, yakni J. Greeve yang pada kurun waktu tahun 1787
hingga 1791 pernah bekunjung ke Yogyakarta dan pada waktu itu ia bertemu dengan
putra mahkota yaitu pangeran Adipati Anom Amangkunegara di Pesanggrahan
Rejawinangun. Baru di tahun Je 1718 (1792 M) Pangeran Adipati Anom diangkat
menjadi Sultan Hamengku Buwono II menggantikan Hamengku Buwono.
Dari sumber-sumber tertulis
mengenai keberadaan Pesanggrahan Rejawinangun keseluruhannya hanya menyebut
secara eksplisit, jadi tidak bisa dijelaskan dengan pasti dan detail bagaimana
proses pembangunan pesanggrahan maupun bentuk dan luasan bangunan-bangunannya.
Padahal dari sisa-sisa bangunan di Situs Warung Boto dapat diketahui dengan
pasti jika bangunan-bangunan tersebut pernah mengalami perubahan arsitektur
sekaligus penambahan bangunan.
Bangunan Pesanggrahan
Rejawinangun terbagi atas 2 bagian. Bagian pertama terletak di sebelah barat,
yakni bangunan yang mengelilingi dua buah kolam. Kolam pertama berbentuk bulat
yang berdiameter 4,5 m dan kedalaman 0,5 m. Kolam kedua berbentuk empat persegi
panjang dengan panjang 10 m dan kedalaman 0,75 m. Bangunan ini merupakan
bangunan bertingkat yang sebagian ruangan yang berada di tingkat atas telah
runtuh. Lorong-lorong yang terdapat di bangunan yang mengelilingi kolam
memiliki langit-langit berbentuk lengkung. Seluruh bangunan di bagian ini
merupakan bangunan bata yang telah menggunakan perekat dan diplester di kedua
permukaannya. Bagian kedua terletak di sebelah timur , yakni bangunan kolam
berbentuk kolam berbentuk U yang berdinding bata dengan ukuran panjang 6 m,
tinggi 3 m dan tebal 60 cm. Di bagian utara dan selatan bagian kedua ini
masing-masing dijumpai patung manuk beri. Keberadaan pesanggrahan tersebut
mempunyai berbagai nilai penting baik sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan.
Oleh karena itu, keberadaannya dilindungi oleh Undang-undang RI No. 11 Tahun
2010 tentang Cagar Budaya.
Hasnan Habib Nyutran MG II/214 C/1536 RT 58/RW 18