Gambar latar :Danau Jatijajar,Tapos Depok Jawa Barat, diambil Jumat 25 Januari 2013 jam 17.00. Setu ini adalah lokasi makam Raden Panji Wanayasa, Putra Ki Bagus Wanabaya Putra Ki Ageng Mangir - Roro Pembayun, putri kesayangan Panembahan Senopati Mataram
Selasa, 15 Maret 2011
Gelar Perang Garuda Nglayang
Gelar Garuda Nglayang
Gelar Garuda Nglayang ini mengandalkan kekuatan pasukan yang besar seperti burung garuda melayang dan meniru gerakan burung garuda, dimana panglima dan pemimpin pasukan berada di paruh, kepala, sayap,dan ekor memberikan perintah kepada anak buahnya dengan siasat seperti tingkah burung garuda yang menyambar atau mematuk, dsb. Pada intinya serangan ini mengandalkan satu senapati utama pada posisi paruh,kemudian sayap kiri kanan bergerak bebas dengan posisi pengatur posisi yang sedikit heroik, sebab perlindungan posisi pengatur pasukan berada di depan, pasukan inti menempati posisi cakar kaki, kemudian pemimpin utama berada di ekor sebagai posisi pasukan penyapu terakhir.
Gelar ini menempatkan Senopati di depan sendiri sbg paruhnya, kemudian 2 orang berjajar / seorang Senopati di belakang paruh sbg kepala burung, kemudian Senopati Agung di belakang kepala burung. Dua orang Senopai berada di ujung sayap kanan dan kiri yang cukup jauh. Para Prajurit mengisi sayap dan menyambung dengan tubuh burung, kepala dan ekor, dimana di ekor burung terdapat seorang Senopati lagi. Dua sayap pada Gelar ini dimaksudkan agar dapat mengepung prajurit musuh utk dikalahkan / ditumpas. Gelar perang ini pernah juga digunakan oleh pihak Pandawa pada perang Baratayudha. Arjuna sebagai patuk, Prabu Drupada berada di kepala, Prabu Kresna sekereta dengan Arjuna, Drustajumna di sayap kanan, dan Bima memimpin di sayap kiri, Setyaki sebagai ekor, dan para raja berada di tengkuk dipimpin oleh Prabu Yudistira. Konon gelar garuda nglayang pernah digunakan oleh Sultan Agung saat menyerang Batavia 1628 – 1629 , juga oleh panglima besar Jendral Soedirman dalam perang palagan Ambarawa
Mowor Sambu dan Dom Sumuruping Banyu
Mowor Sambu dan Dom Sumuruping Banyu oleh sebagian orang tidak digolongkan dalam gelar perang tetapi hanya bagian dari strategi perang. Dalam Gelar Wowor Sambu, sepasukan prajurit , sebagian atau bahkan seorang prajurit bertugas menyerang musuh dari belakang atau dari dalam dengan cara menyamar sbg prajurit musuh atau dalam bentuk lain. Hal ini pernah dilakukan prajurit Mataram pada masa Sultan Agung menyerang Kompeni Belanda/ VOC di Batavia tahun 1629, dengan memasukkan prajuritnya ke dlm benteng VOC sbg pedagang sayur sejumlah 40 prajurit, yg kemudian bertugas menyerang musuh dari belakang, sementara prajurit Mataram yg besar jumlahnya menyerang dari depan atau luar benteng.Sedangkan pengertian Dom Sumuruping Banyu adalah memasukkan sedikit orang ke daerah musuh utk memata-matai kekuatan musuh, hal ini sama dengan Wowor Sambu apabila dengan prajurit yg relatif sedikit yg ditugaskan khusus hanya utk memata-matai musuh.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar