Masyarakat
Jawa dikenal mempunyai perhitungan waktu yang rumit, yang kadang-kadang bahkan
membuat banyak orang mengernyitkan dahi. Perhitungan waktu atau lebih dikenal
dengan sebutan Petung ini digunakan hampir dalam setiap peristiwa-peristiwa
yang dianggap penting. Sebut saja seperti mendirikan rumah, memulai tandur di
sawah, sampai pernikahan.
Khusus
pada acara pernikahan, petung ini sangat rumit. Dari yang telah dikenal
masyarakat seperti kriteria pasangan harus sesuai bibit, bebet, bobot-nya,
sampai ke masalah hari baik ataupun hari buruk (sangaran). Belum lagi apakah
calon pasangan cocok yang dilihat dari weton, neptu, ataupun menggunakan aksara
Jawa sebagai pedoman perjodohan.
Di
sinilah uniknya Masyarakat Jawa dengan kebudayaannya, dimana aksara jawa yang
biasanya digunakan untuk menulis, juga bisa digunakan sebagai pedoman
perjodohan. Bagaimana cara mengetahuinya? (KPH. Tjakranigrat – Primbon
Betaljemur Adammakna: 1980 – 20, dalam Kuswa Endah – Petung, Prosesi, dan
Sesaji Dalam Ritual Manten Masyarakat Jawa – UNY):
Ketentuannya
adalah seperti ini:
Ha
(1) - Na
(2) - Ca
(3) - Ra
(4) - Ka
(5)
Da
(6) - Ta
(7) - Sa
(8) - Wa
(9) - La (10)
Pa
(11) - Dha
(12) - Ja (13) - Ya (14) - Nya (15)
Ma
(16) - Ga (17) - Ba (18) - Tha (19) - Nga (20)
Kemudian
caranya adalah seperti ini:
Misalkan
seorang laki-laki bernama Tono akan menikah dengan Siti. Maka untuk menghitung
perjodohan menggunakan aksara jawa adalah:
Ta
(diambil dari nama Tono) + Sa (diambil dari Siti) = 7+8 = 15
Kemudian
angka 15 dibagi 5 hasilnya 3.
Apa
arti 3? Mari lihat uraian di bawah ini:
Sisa
1 disebut Sri, bermakna selamat dan rejekinya baik
Sisa
2 disebut Lungguh, bermakna berpangkat tinggi
Sisa
3 disebut Gedhong, bermakna hidupnya akan berkecukupan
Sisa
4 disebut Lara, hidupnya sering mendapatkan kesulitan
Sisa
5 disebut Pati, bermakna sering mendapat bencana.
Lantas
bagaimana dengan perjodohan anda? Silahkan dihitung...
bagaimana kalau dimulai dengan E atau I
BalasHapusdan bagaimana kalau penjumlahan itu hasilnya 5 apa perlu dibagi 5 lagi?