Berbagai bukti sejarah berhasil mengungkap kelicikan Pemerintah
Kolonial Belanda dalam mendramatisir Peristiwa Sejarah Perang Bubat.
Dengan dukungan penelitian ahli sejarah yang diarahkan. Pemerintah
Kolonial Belanda berharap terjadi perpecahan besar di Indonesia antar
dua suku utama yang ada di Indonesia. Detil peristiwa Perang Bubat sendiri baru dipublikasikan di Belanda
oleh Prof Dr. C.C. Berg pada tahun 1828 dari Kitab Kidung Sundayana
(Bali) dan Kitab Kidung Sunda (Jawa Barat). Tahun publikasi penelitian
ini adalah tahun ketika di Jawa Tengah sedang berkobar Perang Diponegoro
(1825-1830). Sebuah upaya provokatif Kolonial Belanda untuk membendung
Perang Diponegoro yang terindikasi meluas ke arah Jawa Barat. Simpati
dari warga muslim Sunda untuk mendukung Pangeran Diponegoro pada saat
itu sudah mulai terlihat. Dan jika dibiarkan maka perang Diponegoro akan
meluas ke arah Jawa Barat, yang notabene memiliki hubungan batin agama
Islam yang kuat dengan Pangeran Diponegoro.
Kidung Sunda sendiri memiliki kerangka waktu pembuatan, pada kisaran
tahun 1628-1629, pada saat Sultan Agung Hanyokrokusumo sedang menghadapi
pertempuran dengan VOC Belanda di Batavia. Pasukan Mataram yang hadir
ke Jawa Barat dihadang oleh Belanda dengan berbagai macam cara.
Diantaranya dengan kekuatan budaya Kidung Sunda, Cerita Parahiyangan,
dan juga Naskah Wangsakerta. Dengan membangkitkan semangat kebencian
antar etnis, Belanda berharap pasukan Mataram dapat dipukul mundur oleh
kekuatan sentimen romantisme Sunda. Dalam sejarah, bentrok antara
pasukan Mataram dan Sunda terjadi juga di beberapa lokasi. Pasukan
Mataram sempat berperang dengan pasukan Sunda yang terinspirasi dengan
kidung sedih buatan ini.
Sumber Pararaton yang dijadikan rujukan, tidak menceritakan secara
detil Perang Bubat. Dalam Pararaton hanya ada informasi lokasi lapangan
Bubat tanpa kisah detil pertempurannya. Banyak ahli sejarah yang
mengutip penelitian C.C. Berg tanpa mempertimbangkan aspek kebenaran
sejarah. Bahkan ahli sejarah dalam negeri banyak yang berhasil ditipu
oleh Profesor C.C. Berg. Kitab resmi Negarakertagama atau Desawarnana yang ditulis oleh
pujangga keraton Majapahit Mpu Prapanca, tidak menceritakan Perang
Bubat. Padahal banyak kisah yang jauh lebih memalukan lainnya, ditulis
dalam Negarakertagama. Kekalahan Jayanegara dari Pemberontak Ra Kuti.
Kisah pembunuhan Brawijaya II ditangan Ra Tancha, jauh lebih memalukan
Majapahit, akan tetapi tertulis resmi dalam Negarakertagama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar