Rabu, 08 September 2010

Sultan Ageng Tirtayasa, Pejuang Banten di Tapos

Sultan Kerajaan Banten yang berkuasa pada tahun 1651-1683. Pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa yang menjadi putra mahkota ialah putranya yang tertua bernama Pangeran Gusti atau Pangeran Anom dan terkenal dengan julukan Sultan Haji. Ia sangat mudah terpengaruh oleh Kompeni bahkan gaya hidupnya kebarat-baratan, sehingga banyak berselisih faham dengan Sultan Ageng Tirtayasa. Sultan Ageng Tirtayasa sangat menyadari hal itu, sehingga ia mulai bersiap-siap menghimpun kekuatan dengan daerah-daerah kerajaan yang sependirian dengannya untuk menjaga pengaruh Kompeni yang ingin menjajahnya.

Sultan Ageng dan Sultan Haji akhirnya menjadi korban politik adu domba Belanda. Pada tanggal 26 malam 27 Pebruari tahun 1682 Sultan Ageng Tirtayasa mengeluarkan perintah untuk segera menyerang Sorosowan di tempat Sultan Haji. Sultan Haji pun mengalami kekekalahan karena banyak pasukannya yang berpindah haluan memihak Sultan Ageng Tirtayasa. Sultan Haji kemudian meminta bantuan kepada Belanda dan dikirimlah pasukan untuk membantu Sultan Haji dalam pertempuran tersebut. Akhimya pusat kekuasaan Sultan Ageng Tirtayasa pada akhir Desember 1682 berhasil jatuh ke tangan Kompeni. Sebelum meninggalkan Tirtayasa, Sultan Ageng membumihanguskan keraton tersebut sehingga rata dengan tanah daripada ditempati oleh Kompeni. Akhirnya Sultan Ageng Tirtayasa dengan Pangeran Purbaya, Syech Yusuf dan pembesar lain serta tentara yang setia mundur dan bersembunyi di hutan Kranggan disepanjang Kali Cikeas dan kali Sunter ( sekarang masuk wilayah Tapos Depok ).

Dari hutan tersebut sultan tetap berusaha melanjutkan perlawanan. Sultan Haji dengan bujukan Belanda menyuruh ayahnya kembali ke keraton dan tanpa kecurigaan sedikit pun Sultan akhirnya kembali ke keraton, namun ternyata ditangkap oleh Kompeni Belanda. Itulah kerjasama yang dimaksud oleh Kompeni Belanda dan ia dimasukkan dalam penjara di Jakarta yang dijaga oleh serdadu-serdadu Kompeni. Akhirnya pada tahun 1692 di tempat itu pula Sultan Ageng meninggal dan makamnya dimintakan untuk dimakamkan di samping para makam Sultan di sebelah utara Masjid Agung. Di Jakarta, namanya dijadikan nama jalan di daerah Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

(Disarikan dari sumber : Ensklopedia Jakarta )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar