Minggu, 20 Januari 2013

Ki Ageng Mangir - Pembayun : Hubungan Lie Suntek (Asal mula nama Kali Sunter) dengan Masjid Jami Kebon Jeruk Glodok

Makam Fatimah Hwu ,Putri Lie Sun Tek
Makam Lie Suntek  ( Asal muasal nama Kali Sunter) di Cilangkap tapos Depok
Masjid Jami Kebun Jeruk Jakrta Kota , pendirinya Mantu Lie Sintek bernama Chan Tsin Hwa
Pada tahun 1718, datanglah seorang Cina bernama Chan tsin Hwa beserta istrinya Fatima Hwu putri seorang penasehat kraton Banten yang pernah dibuang ke Sailan oleh pihak Belanda bernama Lie Suntek ke daerah Kebon Jeruk sekarang ini. Rupanya mereka ini adalah rombongan muhajirin (pengungsi) dari pelarian kerajaan Banten yang menyusup kedalam kota Batavia yang memeluk agama Islam, Pasangan ini menurunkan beberepa anak yang dikemudian hari menjadi Kapten China di Belanda yaitu uan Tschoa (Kapten Tamien Dosol Seeng) merupakan pendiri masjid pertama yang didirikan bagi masyarakat peranakan China Muslim di Glodok, dibangun diatas tanah milik Kapten China itu. Di belakang masjid terdapat makam Islam, pada nisannya bertuliskan huruf China yang berbunyi “ Fatimah Hwu “, tulisan lain yaitu “ H. Sienpi Chai Men Tsu Mow “ serta angka – angka Arab yang menyebutkan tahun 1792, dan ornament-ornamen seperti kepala naga. Yang disimpulkan bahwa ini adalah makam seorang wanita dari keluarga Chai, yaitu Fatimah Hwu, juga merupakan ibunda dari Kapten Tamien Dosol Seeng putri seorang bupati Banten Lie Suntek yang bermakam di RT 05 RW 07 Banjaran Pucung Cilangkap Tapos Depok. 


2 komentar:

  1. Ageng Mangir tidak perlu diperangi malah kalau bisa dirangkul, Patih Mondorokolah yang mengusulkan kepada Panembahan Senopati agar Ki Ageng Mangir ditarik kedalam barisan kekuatan (Aliansi) Mataram Mangir, , sebagai murid Sunan Kalijaga langsung, sangat mustahil kalau beliau mengawinkan cucu tercintanya dengan seorang non Muslim yang terjadi adalah proses dakwah Mataram melalui kesenian di wilayah Mangir, oleh karena itu Ki Ageng Mangir Wonoboyo III adalah menantu syah dari Panembahan Senopati, pengislamanya adalah proses panjang yang disetujui dan direstui sepenuhnya oleh Panembahan Senopati dan berakhir dengan pernikahan antara Roro Pembayun dengan Ki Ageng Mangir

    adalah sangat aneh mendeskripsikan singgasana dengan sebuah batu tempat shalat, tidaklah mungkin singgasana Panembahan Senopati dari batu pipih hitam setinggi 40 Cm . Sebagai seorang raja, tidaklah layak mengingkari janjinya menerima Mangir sebagai menantu dihadapan pisowanan agung (kecuali orang lain yang menuliskan kisah palsunya) , Pembunuhan Ki Ageng Mangir pastilah dilakukan oleh orang lain (diduga Raden Ronggo, putra Panembahan Senopati yang memang kontroversial keberadaannya) pembunuhan dilakukan saat Ki Ageng Mangir sedang shalat diatas watu Gilang,ini menandakan hubungan Ki Ageng Mangir yang sangat dekat dengan Panembahan Senopati, pembunuhan Ki Ageng Mangir oleh Raden Ronggo dilakukan dengan watu gatheng yang dihantamkan pada tengkuk Ki Ageng Mangir ketika beliau sedang sujud. oleh karena itu penulis setuju bahwa Ki Ageng Mangir meninggal akibat pecahnya tengkorak Ki Ageng Mangir. pembaca akan setuju dengan penulis bahwa sangat besar kemungkinan Ki Ageng Mangir terbunuh saat sedang shalat.
    Raden Ronggo membunuh Ki Ageng Mangir karena dipengaruhi oleh para adipati yang sedang melakukan perlawanan kepada Panembahan Senopati, dengan cara dipanas panasi bahwa Ki Ageng Mangir jauh lebih sakti dari Raden Ronggo di Mataram,Berita pembunuhan Ki Ageng Mangir oleh Panembahan Senopati di singgasananya adalah sangat tendensius dan mengaburkan kisah sebenarnya yaitu kisah Pengislaman Ki Ageng Mangir oleh Roro Pembayun dibantu Patih Mondoroko atau ki Juru Mertani, Inilah alasan mengapa para orientalis Belanda termasuk HJ De Graff membiarkan cerita sejarah ini berkembang, kemungkinan besar dengan pertimbangan bahwa asumsi Panembahan Senopati membunuh Ki Ageng Mangir adalah bukti kepengecutan dan kebengisan Panembahan Senopati sangatlah sesuai dengan politik "divide et empera" alias politik adu domba Penjajah Belanda disaat itu ,
    Akhirnya atas perintah Panembahan Senopati raden Ronggo terbunuh secara misterius, diduga Raden Ronggo terbunuh oleh tombak kyai Baru Klinting milik Mangir oleh salah satu kerabat Mangir yaitu Patih Rojoniti diluar benteng kraton Kotagedhe. Tampaknya para kerabat Mangir memahami sebab sebab kematian pemimpinnya itu sehingga tidak timbul gejolak di wilayah Mangir juga mereka sudah diberi kesempatan membalas kematian Ki Ageng Mangir pada pembunuhnya.Sementara situs sejarah peninggalan Mangir berupa arca dan candi hindu yang menunjukkan ki Ageng Mangir adalah seseorang yang sebelumnya menganut agama Hindu, justru memperjelas bahwa akhirnya Ki Ageng Mangir mengikuti jejak putra - putri Brawijaya lainnya yaitu masuk Islam


    Sementara Roro Pembayun sebagai pahlawan Mataram diungsikan ke tanah Pati tempat kakeknya Ki Ageng Penjawi untuk mengobati luka hati akibat pembunuhan Ki Ageng Mangir suaminya, selanjutnya roro Pembayun melahirkan Bagus Wonoboyo yang ketika besar diasuh oleh pangeran Benawa putra Jaka Tingkir di Kendal Jawa tengah. Jadi kerabat Mataram masih selalu melindungi keberadaan Pembayun dan putranya itu, bahkan Pembayun dan Bagus Wonoboyo masih bertempur di Palagan Jepara 1618 bersama Tumenggung Bahurekso (tokoh kesayangan Sultan Agung), palagan gerilya Pangeran Jayakarta melawan JP Coen di Batavia yang berbasis di Kali Cikeas/ kali Sunter Tapos Depok 1620 dan terakhir palagan akbar Benteng Batavia VOC 1628 - 1629 .http://pahlawan-kali-sunter.blogspot.com/

    BalasHapus
  2. terima kasih atas informasinya..

    BalasHapus